Jumat, 07 Januari 2011

DARI PESANTREN HINGGA MADRASAH DAN SEKOLAH


1.      Asal Usul Sistem Pendidikan yang Dualistis
Dengan surat keputusan tanggal 8 Maret 1819, Gubernur Jendral Van der Capellan memerintahkan mengadakan suatu penelitian tentang pendidikan masyarakat Jawa, dengan tujuan meningkatkan kemampuan membaca dan menulis di kalangan mereka.
Sekitar seabad kemudian, Brugmans membicarakan penelitian tersebut dan menduga bahwa Gubernur Jendral  Van der Cappelen hendak melaksanakan suatu jenis pendidikan yang berdasarkan pribumi murni, secara teratur dan disesuaikan dengan masyarakat desa, yang dihubungkan erat pada pendidikan Islam yang sudah ada.
Ketika tumbuh keinginan untuk mengembangkan sau sistem pendidikan umum bagi semua orang pada pergantian abad ke 20, beberapa tokoh berpikir untuk mencari kemungkinan melibatkan pendidikan Islam dalam pengembangan tersebut. Hal itu desebabkan karena pendidikan Islam terseut dibiayai oleh rakyat sendiri, dan dengan demikian pendidikan umum akan dapat direalisasikan dengan biaya yang relatif murah.
Pada tahun 1888 Menteri Kolonial menolak memberikan subsidi kepada sekolah-sekolah Islam karena campur tangan Gubernur Jendral yang tidak mau mengorbankan keuangan negara untuk sekolah-sekolah tersebut. Dan berdasarkan pertimbangan tersebut, didirikanlah apa yang disebut Sekolah Desa.
Sekolah Islam semenjak itu mengambil jalan sendiri, lepas dari Gubernemen, pendidikan Islam mulai mengembngkan satu model pendidikan sendiri yang berbeda dan terpisah dari sitem pendidikan Belanda. Sistem pendidikan Islam seperti yang terlihat dari sekarang ini, lama kelamaan akan menyesuaikan diri dan masuk kedalam sistem pendidikan umum.
 2.      Sitiasi Pendidikan Islam pada Awal Abad Ke-20
Terlebih dahulu akan digambarkan secara singkat situsi pendidikan Islam pada akhir abad ke-19.
Pengajaran Al-Quran : Pendidikan yang Paling Sederhana
Pendidikan yang paling sederhana, seluruhnya dipusatkan pada Al-Quran dan disebut pengajian Al-Quran. Pada dasarnya pendidikan ini berupa pelajaran membaca beberapa bagian dari Al-Quran. Pengajian ini deberikan secara individual di rumah guru, langgar atau surau. Tujuan utama dalam pendidikan dasar ini sudah tercapai kalau si murid pertama kali telah menamatkan membaca Al-Quran secara keseluruhan.
Pengajian Kitab : Pendidikan Lanjutan
Pada umumnya pengajian kitab agama ini berbeda dengan pengajian Al-Quran. Tingkat pertama pada pengajian kitab adalah mempelajari bahasa Arab yang tersusun dalam uraian pendek yang berbentuk sajak.
Achmad Djajadiningrat adalah termasuk kelompok kecil sarjana Indonesia yang mengalami kehidupan pribadinya di pesantren dan menggambarkannya secara panjang lebar, yaitu dalam bukunya Herinneringen yang terkait dengan pengjian kitab tersebut.
Beberapa Catatan Mengenai Asal Usul Sistem Pesantren
Secara Terminologis awal mula dari sistem pesantren itu sendiri berasala dari India, setelah Islam masuk dan tersebar di Jawa sistem tersebut kemudian diambil oleh Islam. Disamping berdasarkan alasan terminologi, persamaan antara pendidikan Hindu di India dan pesantren dapat dianggap sebagai petunjuk untuk menjelaskan asal usul sisitem pendidikan pesantren.
Sistem Pendidikan Kolonial
Pendidikan kolonial ini sangat berbeda dengan pendidikan Islam yang tradisional, lebih khusus dari segi isi dan tujuannya, pendidikan kolonial ini khususnya berpusat pada pengetahuan dan keterampilan duniawi yaitu pendidikan umum. Sistem pendidikan kolonial merupakan merupakan suatu sistem yang sangat rumit karena terdiri dari bebarapa bagian; satu bagian berdasarkan bahasa Belanda, bagian lain berdasarkan bahasa Indonesia dan yang lainnya lagi merupakan campuran.
3.      Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia Sebagai Salah Satu Aspek Pembaruan Islam dalam permulaan Abad Ke-20
Pada mulanya abad ke-20 terjadi beberapa perubahan dalam Islam di Indonesia yang dalam garis besarnya dapat digambarkan sebagai kebangkitan, pembaharuan, bahkan pencerahan. Faktor pendorong penting bagi perubahan Islam di Indonesia pada permulaan abad ini dapat dibagi menjadi 4 hal yaitu:
  • Keinginan untuk kembali kepada Quran dan Sunnah yang diajdikan titik tolak untuk menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada.
  • Sifat perlawan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda.
  • Usaha yang kuat dari orang-orang Islam untuk memperkuat organisasinya dibidang sosial ekonomi, baik demi kepentingan mereka sendiri maupu untuk kepentingan rakyat banyak.
  • Dorongan keempat berasal dari perubahan pendidikan Islam, karena cukup banyak orang dan organisasi Islam tidak puas dengan metode tradisional dalam mempelajari Quran dan studi agama.
Pada permulaan abad ke-20, garis pemisah membedakan antara kelompok muslim Indonesia kebanyakan ditentukan oleh dorongan pertama, yaitu keinginan untuk kembali kepada Quran dan Sunnah.
4.      Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau 1906-1930
Tokoh terpenting dalam gerakan ini adalah Abdullah Ahmad dan Abdul Karim Amrullah. Keduanya mempunyai peran penting dalam pembaharuan pendidikan Islam di Inoneia.
·         Abdullah Ahmad : seorang Modernisator yang menjadi Hollandisator
Riwayat hidup Abdullah Ahmad, tokoh pembaharuan Islam di Minangkabauagak mirip dengan riwayat hidup ulama lain. Sebagai putera ulama, Abdullah Aahmad juga belajar dibeberapa surau didaerahnya. Pada tahun 1895 dia pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan mendalami agama. Ketika kembali ke Sumatra Barat pada tahun 1899, dia lansung ke Padang Panjang untuk mebantu ayahnya mengajar di surau.
Pada tahun 1906 Abdullah Ahmad mengunjungi Syaikh Tahir Djalaluddin di Singapura. Dibawah pengaruh ide-ide pendidikan Thahir Jalaluddin dan sekolah gubernemen yang dilihatnya di Padang.
Pada tahun 1907 Abdullah Ahmad mendirikan sekolah Adabiyah di Padang Panjang. Tetapi rencana sekolah ini gagal dan belum sampai usia setahun sekolah ini ditutup dan dipindahkan ke Padang. Untuk memperbaiki mutu pendidikan umum, Abdillah Ahmad memasukkan empat orang guru berbangsa Belanda, disamping dua orang Indonesia, yang juga mempunyai ijazah untuk mengajar di tingkat HIS. Pada tahun 1916 sekolah Adibyah ini diakui oleh pemerintah sebagai HIS pertama yang didirikan oleh organisasi Islam. Setahun berikutnya mendapat subsidi penuh dari gubernemen.
·         Murid-murid Hamka : Hasil Pertama yang Dapat Bertahan Lama. Madrasah Diniyah dan Sumatra Thawalib
Zainuddin Labai el Junusi (1890-1924). Ketika masih kecil Zainuddin Labaimasuk sekolah gubernemen selama 4 tahun, tetapi dia tidak menyelesaikan sekolahnya. Karena ayahnya seorang ulama, dia belajar agama di surau ayahnya dan beberapa surau lainnya.
Pada tahun 1916 ketika dia masih menjadi murid dan membantu mengajar H. Abdul Karim Abdullah  di Jembatan Besi, Zainuddin Labai mendirikan Madrasah Diniyah, yang merupakan madrasah sore untuk pendidikan agama yang diorganisasikan berdasarkan sistem klasikal dan mengikuti sistem pengajian tradisional yang individual.
Bahasa yang dipergunakan Zainuddin Labai dalam mengajar adalah Bahasa Arab dan untuk mata pelajaran ini dia tidak memakai buku atau kitab nahwu dan sharaf dalam bentuk sajak yang begitu rumit, tetapi memakai buku yang begitu sederhana seperti juga dipakai di sekolah dasar Mesir.
Tahum 1920 organisasi sejenis dari surau “Parabek” menggabungkan diri dengan Sumatra Thawalib. Perlahan-lahan kitab surau yang tradisional diganti kitab baru yang ditulis oleh ulama Mesir. Madrasah Diniyah pada permulaannya bertujuan untuk memperbaiki pendidikan dasar yaitu pengajian Qur’an, sedangkan Sumatra Thawali meliputi para pelajar dari pendidikan agama lanjutan, yaitu pengajaran “kitab”.
5.      Muhammadiyah
Ahmad Dahlan dilahirkan pada tahun 1868 sebagai anak salah seorang dari 12 khatib di mesjid agung di Yogyakarta. Pada tangal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah bersama dengan teman-temannya. Tujuan Muhammadiyah terutama untuk mendalami agama Islam di kalangan anggota sendiri dan menyebrkan agama Islam diluar agama inti. Pada mulanya kegiatan terpenting oganisasi ini adalah tabligh.
Pada tanggal 8 Desember 1912, Muhammadiyah sudah dapat mendirikan Pondok Muhammadiyah sebagai sekolah pendidikan guru agama. Pada tahun 1917 Muhammadiyah membentuk bagian khusus wanita yaitu Aisyiah. Kegiatan Muhammadiyah dengan Aisyiahnya ini berjalan baik, terutama karena banyak orang Islam baik yang menjadi anggota maupun simpatisan Muhammadiyah memberikan zakatnya kepada organisasi ini. Sebelum tahun 1942 Muhammadiyah sudah dapat mendirikan klinik bersalin dan balai kesehatan ibu dan anak.
6.      Masyarakat Arab di Jakarta, Surabaya dan Beberapa Tempat Lainnya.
Pada beberapa kota di Indonesia sering ditemukan suatu kelompok mesyarakat Arab pedagang. Pada tahun 1901, masyarakat arab di jakarta mengusahakan sekolah dan madrasah dengan tujuan menyelenggarakan pendidikan umum dana agama yang lebih baik. Namun usaha pertama ini gagal, tetapi pada tahun 1905 organisasi Al-Jimat Khairiyah berhasil mendirikan sekolah pertama bagi masyarakat arab di Jakarta.
Di Indonesia, Al-Jamiatul Khairiyah (Jamiat Khair) merupakan organisasi pertama yang didirikan oleh orang bukan Belanda. Sesudah tahun 1910, muncul suatu perselisihan tajam di kalangan mereka, terutama berkenaan dengan larangan kawin bagi anak perempuan sayyid dengan orang yang bukan sayyid (taqlid). Dan pada tahun 1913 perdebatan ini berakhir dengan perpecahan dikalangan mereka. Yang tidak menghormati gelar sayyid kebanyakan difonis atau modernis dan kemudian mendirikan organisasi Jamiah al Islam wal Irsyad al Arabia (Al-Irsyad).
7.      Menolak Sambil Mengikuti di Minangkabau : PERTI
Pada tahun1913 Ahmad Sukarti meninggalkan Jamiat Khair dan menggabungkan diri dengan Al-Irsyad yang berdiri pada tahun itu, pemisahan kedua kelomok ini bukanlah merupakan pemisahan yang mutlak, Ibrahim Musa Parabek misalnya menjadi anggota kedua organisasi tersebut.
Pada tahun 1930 PERTI mendapatkan pengakuan resmi pemerintahan sebagai badan hukum, jumlah ulama yang menggabungkan diri dengan PERTI cukup banyak, diperkirakan pada tahun 1942 sudah terdapat 300 sekolah PERTI dengan 45.000 orang murid.
Sampai tahun 1947 sekolah PERTI memasukkan mata pelajaran umum belum begitu banyak. Organisasi ini juga aktif diluar pendidikan, khususnya membangun esjid dan rumh yatim piatu. Sesudah tahun 1945 PERTI juga membangun klinik dan rumah sakit melalui Yayasan Rumah Sakit Islam (Yarsi). Semenjak tahun 1945, PERTI merupakan partai politik yang sebagian besar pengaruhnya terbatas di Minangkabau dan beberapa cabang di Sumatra  Selatan.
8.      Menolak dan Mencontoh di Jawa : Nahdatul Ulama.
Kyai Haji Abdul Wahab Hasbullah kembali ke Indonesia pada tahun 1914, setelah beberapa tahun belajar di Mekkah seperti banyak orang Indonesia lainnya. Dua tahun sesudah kepulangannya, dia mendirikan Jamiah Nahdatul Wathan besama H. Mas Mansur yang baru kembali dari belajar Mesir. Jamiah ini bertujuan memperbaiki pendidikan agama melalui suatu sistem yang tersusun lebih baik, antara lain dengan sistem klasikal.
Pada tanggal 31 Januari 1926 didirikan Nahdtul Ulama, NU memang muncul sebagai protes gerakan reformasi, juga dari kebutuhan untuk mempunyai organisai yang membela mazhab Syafi’i dan menyaingi organisasi Muhammadiyah dan Al-Irsyad. Memang tiga tahun kemudian Wahab Hasbullah dan kawan-kawan berangkat ke Mekkah untuk membicarakan persoalan yang berhubungan dengan ibadat dan pengajrang agama menurut mazhab Syafi’i. Pada saat itu, Raja Ibnu Saud menjanjikan tidak akan bertindak terlalu keras dan memahami keinginan NU tersebut.
Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang organisator yang kuat, dan dianggap sebagai pendorong berdinya NU serta merupakan motor organisasi ini. Akan tetapi K.H. Hasyim Asy;ari lah, seorang tokoh ang penuh kharisma, yang menjadikan NU lebih cepat populer. Sampai tahun 1945, NU masih tetap merupakan organisasi yang belum diatur secara tegas. Memang dari pimpinan pusat sudah ada kegiatan yang sudah diatur secara sentral, namun untuk sebagian besar pemimpin pesantren tetap melanjutkan kegiatan lama seperti biasanya.
9.      Persyarikatan Ulama dan K.H. Abdul Halim dari Majalengka: Ahli Pendidikan  dari Jawa Barat
K.H. Abdul Halim lahir pada tahun 1887 dari keluarga ulama yang memiliki hubungan erat dengan kelompok priyayi. Abdul Halim belajar di Makkah menurut pengajaran madzhab Syafii dari Ahmad Khotib. Sewaktu belajar di Makkah dan Jeddah Abdul Halim tertari pada sebuah system pendidikan yang bersifat balaqah. Sekembalinya dari Makkah, Abdul Halim segera mulai kegiatannya dengan pembaharuan system pendidikan. Pada tahun 1911 didirikan perkumpulan ‘Hayatul Qulub’. Perkumpulan ini mempunyai tujuan ganda yaitu sebagai usaha pendidikan agama dan semacam koperasi simpan pinjam. Pada tahun 1915 ‘Hayatul Qulub’ dilarang oleh Belanda,namun dia tetap setia pada pemikirannya bahwa harus ada gabungan antara dorongan ilmu pengetahuan agama dan pengetahuan sosial ekonomi.
Pada tahun 1916 dengan bantuan beberapa kawannya, Abdul Halim mendirikan sebuah madrasah yang hanya mempelajari agama. Pada tahun 1917 Abdul Halim mendirikan persyarikatan Ulama yang digunakan sebagai sarana memperluas dan menyebar ide-ide dan kegiatannya. Pada tahun 1920-an persyarikatan ini berhasil mendirikan rumah yatim-piatu, percetakan dan sebuah perusahaan tenun.
Abdul hasim baru dapat mewujudkan cita-citanya dalam pendidikan agama pada tahun 1932, dengan mendirika “santi asrama”. Dalam sekolah tersebut diberikan pelajaran agam dan umum, selain itu juga diberikan pendidikan ketrampilan. Motif didirikannya sekolah dengan kurikulum yang khas tersebut,adalah suatu kenyataan bahwa sekolah gubernemen hanya menyiapkan murid-muridnya untuk pekerja kantor.
Abdul Halim tidak hanya memberikan pendidikan kepada murid-muridnya yang bertujuan membentuk kepribadiannya, tetapi dia juga memberikan kesempatan kepada mereka untuk meraih suatu jabatan dengan bekal ketrampilan yang terlatih.
Persyaratan Ulama ini sesudah tahun 1945 digabungkan dengan perkumpulan yang hamper serupa diSukabumi,dan menjadi Persatuan Umat Islam (PUI). Persyarikatan Ulama, yang mencoba mengabungkan system pendidikan umum, agama dan ketrampilan akhirnya tidak dapat dilanjutkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal berikut:
  1. Penilaian yang agak rendah terhadap pendidikan ketrampilan dan penghargaan yang tinggi terhadap pendidikan yang mengarah pada pekerjaan halus.
  2. Keinginan untuk menyesuaikan diri dengan kurikulum resmi pemerintah
  3. Banyak ulama PUIyang terjun kebidang politik dan mengabaikan sekolah-sekolah yang mereka dirikan
10.  Pembaharuan Pendidikan di Sumatera Utara: Jamiatul Washliyah di Medan
Pada tanggal 25 November 1927,sejumlah pedangang kecil dan menengah di Medan mendirikan suatu cabang Muhammadiyah. Tiga tahun kemudian, yaitu pada tanggal 30 November 1930 di Medan didirikan Jamiatul Washliyah, sebuah organisasi yang juga bertujuan untuk mengembangkan agama dalam arti yang agak luas.
Nama Jamiatul Washliyah berarti perkumpulan yang hendak menghubungkan. Dalam perkumpulan ini dihubungkan dengan keinginan untuk menghubungkan manusia dengan tuhannya. Latar belakang dan asal usul didirikannya Muhammadiyah dapat dicari dari adanya perselisihan mengenai taqlid dan persoalan yang berkaitan dengannya antara kaum muda dan kaum tua di Medan. Namun tidak cukup objektif kalau perkumpulan ini hanya dilihat dari beberapa faktor yang negative dan ekstern saja. Pada tanggal 15 Mei 1918, masyarakat tapanuli sudah mendirikan sekolah untuk pendidikan agama “Maktab Islamiyah Tapanuli”. Semenjak permulaan didirikannya, Jamiatul Washliyah tidak mempunyai figure yang menjadi pusat kegiatannya.

0 komentar:

Visitor Location

About Me

Silvia Nur Dhania
Terima kasih teman-teman telah berkunjung ke Blog saya.. Semoga bermanfaat bagi teman-teman dan begitupun dengan saya.. jng lupa comment ya.. ^_^
Lihat profil lengkapku

Pengikut

Copyrigh @ 2010 Silvia Nurdhania. Diberdayakan oleh Blogger.